Minggu, 24 April 2011

Melihat Tarikh dalam Membaca Al Quran


Allah telah memberikan mukjizat kepada Nabi Muhammad SAW berupa Al Quran. Al Quran ini diturunkan olehNya sebagai nasihat dan penyembuh apa yang ada dalam hati, petunjuk dan rahmat bagi kaum muslim, hujjah atas manusia, cahaya dan pengetahuan bagi orang yang membuka hatinya dia membacanya dan beribadah dengannya, mempelajari hukum –hukumnya baik ibadah, akidah, tata cara muamalah yang islami dan berpegang teguh kepadanya setiap waktu. Seiring dengan berjalannya waktu Al Quran mulai digunakan tidak semestinya dengan apa yang dicontohkan oleh Muhammad dan para Shahabatnya. Sekarang ada yang menggunaka Al Quran untuk hiasan saja, sebagai jimat yang digantung di rumah dan toko-toko dengan maksud sebagai tolak bala(mencegah keburukan) dan sejenisnya yang khususnya dilakukan pelaku-pelaku bid’ah.

Suatu yang sering kita dengar atau malah kita lakukan dan itu tidak dilakukan di jaman Rasullulah dan para shohabat adalah ucapan “Shadaqallahul adzhim” (MahaBenar Allah Yang Maha Agung) ketika selesai membaca Al Quran. Apakah ini juga termasuk bid’ah??

Abu Anas Ali Husai Abu Luz dalam sebuah buku kecil yang berjudul Bid’ah-bidah terhadap Al Quran menerangkan bahwa “shadaqallahul azhim” seusai membaca al Quran adalah perbuatan bid’ah, karena perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasullulah maupun Kholafaur Rasyidin. Juga tidak pernah dilakukan oleh para imam-imam salaf padahal mereka sering membaca Al Quran, yang sangat memperhatikan dan sangat mengerti tentangnya.

Telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW “ Barangsiapa mengada ada dalam perkara kami ini ( perkara agama) yang tidak berasal darinya, maka dia akan tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam lafadz yang diriwayatkan Muslim disebutkan, “ Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak.”

Ada maksud yang dikhawatirkan dari membaca atau mendengar “Maha Benar Allah Yang Maha Agung” kemudian memikirkan dan mendapat pengaruh dalam dirinya, dari Al Quran telah terjadi begini dan begitu. Allah berfirman “ Katakanlah;” Benarlah(apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. 3:95)

Dan siapa yang lebih benar perkataanya dari pada Allah” (QS. 4:87)

Kedua ayat diatas bisa kita tafsir apa yang dikatakan Allah pasti benar, yang ini tidak dapat kita sangkal. Dan Rasullulah bersabda: “ Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah

Maka boleh mengucapkan Shadaqallah dalam beberapa pristiwa yang menunjang ucapan tersebut, seperti bila melihat sesuatu yang terjadi, yang sebelumnya Allah telah mengingatkanya. Namun apabila kita menjadikan ucapan tersebut seakan akan termasuk hukum bacaan dan itu tidak ada dasarnya maka termasuk bid’ah.

Allahua’lam bish shawab.

Jumat, 15 April 2011

Belajar Unggul nan Syar’i ala Abdur Rahman Bin Auf

Maha besar kuasa Allah SWT memberikan pintu rizki bagi hambanya. Kesuksesan, kekayaan dan kebahagiaan merupakan apa yang didambakan seluruh manusia. Lantas bagaimana manusia mendapatkannya??
Mengingat Allah telah memberikan akal fikiran bagi manusia untuk mensyukurinya. Dengan pengertian bersyukur adalah menggunakan pemberian sesuai dengan maksud pemberinya. Allah memberikan akal fikiran supaya dapat mengambil pelajaran dari pedoman hidup (Alquran dan Hadis) dalam setiap aktivitasnya. Tidak bisa dipungkiri jika kegagalan umat muslim sekarang adalah akibat dari mengesampingkan aturan –aturan yang telah ditetapkan dalam Alquran dan hadis dalam aktifitasnya. Contoh Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki citra yang buruk ketika kemiskinan masih dalam presentasi yang tinggi dari 237.556.363 jiwa( Sensus 2010) penduduk miskin sekitar 30,02 juta(sumber: BPS 2010) atau sekitar 13,33 persen.
Menurut Ary Ginanjar Allah meniupkan sifatnya ke dalam hati manusia supaya manusia memiliki sifatNya. Ar rahman dan Ar Rahim berarti manusia diharapkan memiliki sifat pengasih dan penyayang demikian juga dengan sifat Allah Yang Maha Kaya ( al Ghaniy) berarti manusia memiliki kesempatan untuk kaya.
Umat muslim memiliki tokoh yang kaya raya seperti Abdurrahman bin Auf, menurut riwayat Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 800 juta uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 32 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta.
Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar.
Lalu bagaimana Abdurahman bin auf bisa memiliki kekayaan sebesar itu. Kenikmatan yang dimilikinya tidak hanya dalam bentuk materai didunia saja tetapi juga janji bahwa beliau termasuk sepuluh orang yang akan masuk surga. Jika kita menginginkan seperti Abdurahman bin Auf sekiranya langkah-langkah ini pantas untuk kita tiru.

• Seluruh usahanya hanya ditujukan untuk mencari Ridhla Allah semata
• Bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.
• Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri melainkan ditunaikan hak Allah, sanak keluarga dan untuk perjuangan di Jalan Allah.
• Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya.
• Sedeqah telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.
• Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga Ustman bin Affan RA. yang termasuk kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.